Mendekati hari pahlawan, tidak ada salahnya kita mengenang jasa pahlawan. Berikut beberapa pahlawan nasional wanita Indonesia.
Mendekati Hari Pahlawan, tidak ada salahnya jika kita mengenang jasa-jasa pahlawan yang telah berjuang di masa lampau. Tidak hanya laki-laki saja, ada banyak pahlawan nasional wanita Indonesia yang turut berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia. Berikut beberapa sosok pahlawan wanita yang telah memberikan jasanya untuk Indonesia.
1. R.A. Kartini
Raden Ajeng Kartini adalah seorang pelopor kebangkitan perempuan pribumi. Kartini ingin mengangkat derajat kaum wanita melalui pendidikan, agar mereka memperoleh hak dan kecakapan yang sama seperti kaum pria. Maka dari itu, Kartini dianggap sebagai pelopor emansipasi wanita. Kartini mendirikan sekolah bagi gadis-gadis di Jepara, Jawa Tengah. Menurutnya, Tuhan menciptakan pria dan wanita sebagai makhluk yang sama dan tidak boleh dibeda-bedakan kedudukannya.
2. Fatmawati Soekarno
Ibu negara Indonesia yang pertama, Fatmawati Soekarno menjahit bendera pusaka Sang Saka Merah Putih yang dikibarkan saat pembacaan proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 silam.
Pada 1951, Fatmawati juga dengan gigih ikut memperjuangkan agar dokumen, barang, dan arsip pemerintah RI yang dirampas oleh Belanda antara tahun 1945 sampai dengan 1950 di Jakarta dan Yogyakarta dapat dikembalikan ke Indonesia. Ditambah lagi, beliau turut serta secara aktif dalam memberikan bantuan mengirim perbekalan kepada istri prajurit dan prajurit yang sedang berjuang di wilayah pertempuran.
3. Roehana Kudus
Roehana Kudus atau populer dikenal Rohana lahir di Kabupaten Agam, 20 Desember 1884. Rohana dikenal sebagai wartawati pertama Indonesia. Ia medirikan surat kabar khusus perempuan di Sumatera Barat, yang bernama Soenting Melajoe. Pendirian surat kabar itu tidak terlepas dari adanya tindakan kesewenang-wenangan terhadap kaum perempuan pada masa itu. Rohana juga mendirikan sekolah Kerajinan Amai Setia di Koto Gadang. Sekolah ini untuk mendidik anak perempuan berupa tulis baca huruf latin dan Arab, kerajinan tangan, pendidikan rohani, dan keterampilan keluarga.
4. Cut Nyak Dien
Cut Nyak Dien berasal dari keluarga bangsawan yang taat beragama di Aceh Besar. Kemarahan besar Cut Nyak Dien terhadap penjajah berawal atas kematian suaminya, Teuku Cek Ibrahim, yang bertempur pada tanggal 29 Juni 1978. Pada tahun 1880, Cut Nyak Dien menikah dengan Teuku Umar yang mempersilahkan untuk ikut bertempur di medan perang melawan Belanda. Cut Nyak Dien yang ikut dalam pertemuran melawan Belanda mampu meningkatkan semangat perjuangan rakyat Aceh. Dalam perjalanan perempuran melawan Belanda, Cut Nyak Dien sempat diasingkan di Sumedang dan meninggal pada tanggal 6 November 1908.
5. Martha Christina Tijahahu
Pahlawan wanita yang berasal dari Maluku, Martha Christina Tijahahu, dianggap sebagai pejuang kemerdekaan yang unik. Ia dikenal sebagai seorang puteri remaja yang turut dalam pertempuran melawan tentara kolonial Belanda dalam perang Pattimura tahun 1817. Martha Christina adalah anak Kapiten Paulus Tijahahu. Ia selalu menemani sang ayah dalam setiap pertempuran, diantaranya perlawanan di Saparua di tahun 1817, perlawanan merebut benteng Beverwijk, dan pertempuran di daerah Ulat dan Ouw.
6. Maria Walanda Maramis
Marla Walanda Maramis merupakan pendidik dan penggiat hak-hak perempuan. Ia juga sosok pendobrak adat, pejuang kemajuan, dan emasipasi perempuan di dunia politik dan pendidikan. Maria mendirikan organisasi bernama Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunannya (PIKAT) pada 8 Juli 1917. Organisasi ini bertujuan untuk memajukan pendidikan perempuan Minahasa. Pada 1919, Maria berhasil memperjuangkan kaum wanita Minahasa untuk mendapatkan hak suara untuk memilih wakil rakyat di Minahasa Raad.
7. Dewi Sartika
Dewi Sartika adalah tokoh pejuang wanita dari Cicalengka, Jawa Barat. Ia lahir pada tanggal 4 Desember 1884. Dewi Sartika dikenal sebagai tokoh perintis pendidikan untuk kaum perempuan. Bentuk perjuangannya adalah mendirikan Sekolah Istri, sekolah untuk kaum perempuan di Pendopo Kabupaten Bandung.
8. Cut Meutia
Cut Meutia adalah pemimpin Gerilya Aceh yang berperang melawan pasukan kolonial Belanda. Sejak kecil diajarkan agama Islam oleh kedua orang tuanya, bagaimana menghidupkan amar ma’ruf nahi munkar. Cut Meutia mengambil posisi paling depan di pertarungan yang tidak seimbang dari segi jumlah dan persenjataan yang akhirnya membuat dirinya terbunuh setelah tiga tembakan peluru menerjangnya.
9. Nyai Ahmad Dahlan
Nyai Ahmad Dahlan adalah tokoh emansipasi perempuan yang berpartisipasi dalam diskusi perang bersama Jenderal Sudirman dan Presiden Soekarno. Dia pelopor berdirinya perkumpulan Sopo Tresno pada tahun 1914 untuk wanita Islam. Perkumpulan ini fokus pada tiga bidang, yaitu dakwah, pendidikan, dan sosial.
Dia juga mendirikan asrama putri yang dibangun di rumahnya, memberikan pendidikan keimanan, praktek ibadah, sampai berlatih pidato dan dakwah. Nyai Ahmad Dahlan terus melakukan perjuangannya bahkan setelah suaminya meninggal dunia. Ia membina generasi muda, terutama perempuan Islam agar tekun, gigih, dan berpendidikan.
10. Siti Manggopoh
Siti Manggopoh ikut berjuang melawan kebijakan ekonomi Belanda, melalui pajak uang (belasting). Dalam Perang Manggopoh, Siti memenangkan pertarungan dengan Belanda. Siti Manggopoh sempat menikmati suasana Kemerdekaan yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Sayangnya, saat itu banyak orang lupa atas perjuangan Siti.
Last Updated on November 14, 2022
No Comment